Monday, July 25, 2005

tikungan ke tiga

TIKUNGAN KETIGA

Perempuan berambut ikal adalah makhluk yang sangat eksotis. Mereka selalu membawaku kealam mimpi.Entah kenapa akhir – akhir ini aku jarang menemukannya ? Apakah mereka sudah habis atau bersembunyi ? Tiga bulan yang lalu aku masih dapat menemukan mereka walau hanya dua orang.

Saat ini kepalaku sudah mau pecah rasanya, bukan waktu yang pendek untuk suatu penantian. Tak pernah terbersit sedikitpun dalam benakku kalau sampai seperti sekarang ini. Enggan jadinya kehidupan saat ini. Hari apa ya sekarang, ah aku sudah tidak ingat, yang teringat hanyalah perjumpaan terakhir yang benar – benar telah membuat semangatku meluap – luap. Dia memang seorang yang sangat bisa memahami diriku. Kulitnya yang halus, matanya yang syahdu, bibir mungilnya, ah tak terlupakan. Ingin rasanya berjumpa kembali. Tapi aku yakin suatu saat nanti pasti akan kutemukan kembali yang seperti itu.

Sejenak pikiranku masih terus menerawang tanpa batas kedunia yang penuh fantasi, bayangan – bayangan itu datang silih berganti. Ada yang tinggi, ada yang pendek, ada yang kurus maupun yang gemuk. Semuanya ikal. Tak teragukan lagi keindahannya. Kesadaranku memulih, dan mulai kutatap gang yang gelap. Seberkas bayangan tampak menyita perhatiaanku, ya tak salah lagi. Sesosok badan dengan ketinggian kira – kira 160 senti, rambut ikal terurai berjalan menuju arahku. Semakin dekat dan jelas wajah mungil berkacamata itu terlihat memburu waktu menghindari gang yang gelap ini. Sebentar ia menengok kebelakang atau kesamping. Sungguh suasana yang sangat menarik.

Kuikuti sosok itu dan semakin kegundahan menguasainya. Sesekali aku harus berhenti untuk menjaga jarak dengannya. Tikungan pertama terlewati, masih ada dua tikungan lagi yang menanti. Aku paling suka pada tikungangan yang ke tiga, suatu penghabisan dengan banyak rasa tanpa batas. Beberapa waktu yang lalu aku menyelesaikan semua ditikungan ketiga, semua berakhir dengan suatu fantasi yang bercampur aduk. Tak pernah terbayangkan mengakhiri impian tikungan ketiga.

Sesaat sosok itu melambatkan langkahnya, dan beberapa saat kemudian mempercepat lagi, dan lebih cepat. Suara sepatu ber hak tinggi itu seperti sedang berkejar – kejaran dan tak pernah saling bersamaan, sebuah irama yang mendebarkan jantung. Kadang melambat dan kadang cepat dan kadang pula cepat sekali, irama – irama yang tak terduga.

Rambut itu yang sesekali diterbangkan angin malam telah menciptakan sebuah gambaran yang menakjubkan. Dibawah kilatan cahaya merkuri yang redup, terlihat dia menghapus keringat diwajahnya, keringat itu terlihat semakin menambah keeksotisannya. Tanpa terasa pikiranku telah menghadirkan wujud Dewi Venus yang pernah kulihat dalam sebuah buku tentang mitologi yunani. Dewi yang selalu gelisah memikirkan posisi mana supaya dia terlihat indah dan dipuja oleh mata, hanya sesekali dalam sewindu dia menemukan posisi itu. Selalu mempesona bagi siapa saja yang melihatnya. Dihari biasapun dia terlihat mempesona, apalagi kalau dia sudah menemukan posisinya, semua perhatian akan tercurah padanya. Dihari biasa orang lebih mengenalnya dengan bintang timur, atau dalam astrologi jawa dikenal dengan panjer rina. Suatu perwujudan seorang dewi kecantikan, keindahan, seks, dan keseimbangan, zodiak libra juga merupakan simbolisasi dari dewi venus ini.

Tak terasa tikungan kedua sudah tampak didepan mata, kurang lebih sepuluh meter lagi akan terlalui. Tikungan ini banyak sekali kardus – kardus bekas berserakan, dan sesekali terlihat bekas drum minyak disisi kanan kiri jalan yang digunakan untuk membuat perapian. Kabut tipis juga sesekali terlihat keluar dari dalam lubang penutup gorong – gorong. Seperti biasa pada waktu – waktu tertentu hanya terlihat beberapa orang saja yang tak perduli dengan sekitarnya. Mereka adalah orang – orang yang sudah dimatikan indranya oleh keadaan, tak terpikir oleh mereka untuk mencampuri urusan orang. Yang penting bagi mereka bagaimana bisa makan hari ini dan bisa menghindar dari operasi pembersihan petugas ketertiban yang akan membawa mereka ke penampungan sosial untuk dijadikan robot – robot. Pada gang ini lebih banyak lampu merkuri yang sengaja dimatikan oleh penghuni gang, dalam kegelapan mereka akan merasa lebih aman dari gangguan orang lain.

Langkah sosok perempuan berambut ikal itu sudah mulai membelok masuk menuju gang kedua, kelisahan masih terlihat dalam gerakan – gerakan tubuhnya. Masih terlihat sesekali ia mengamati sekitarnya dan kadang pula menoleh kebelakang, aku masih menjaga jarak supaya dia tidak curiga kalau kuikuti. Beberapa kali kulihat dia mengusap keringat dari wajahnya, dan beberapa kali pula kulihat suatu keindahan terbalut kilauan keringat. Kecemasan itu yang telah membuatnya mengeluarkan banyak keringat, yang juga sedikit telah membasahi rambutnya. Gambaran sosok itu menjadi semakin eksotis dan menyita banyak perhatianku, tak banyak orang memiliki kelebihan itu.

Pada beberapa titik terlihat api unggun menyala dari dalam drum – drum itu, dan tampak beberapa orang tidur mengelilinginya. Sosok perempuan berambut ikal itu tampak berhati – hati ketika melewati kerumunan orang tidur, langkahnya sedikit diangkat supaya suara berkejaran itu tidak terlalu keras. Kardus – kardus kosong tampak berada di bahu jalan, dan di sudut yang tampak lebih gelap terlihat kardus yang bergerak – gerak kadang beraturan dan kadang sangat tidak konstan. Dibawahnya terlihat empat buah kaki yang saling berhimpitan. Sosok perempuan berambut ikal yang tadinya sedikit memperhatikan kemudian mengalihkan pandangannnya. Seekor kucing hitam tampak duduk – duduk didekat tumpukan kardus itu. Kegusaran telah membawa sepasang sepatu berhak tinggi itu untuk lebih cepat berkejar – kejaran dan meninggalkan secepatnya tempat itu.

Dua orang dari arah berlawanan tampak berjalan terhuyung – huyung dan di bahu mereka teronggok karung plastik besar yang isinya penuh dan berat. Sosok perempuan berambut ikal itu menghindari mereka dengan menggunakan bahu jalan yang lain. Ujung jalan menuju tikungan ketiga belum juga tampak, tetapi aku masih bersabar dan menikmati permainan ini, seperti kucing dan tikus yang selalu kumainkan bersama teman – teman ketika masih berumur sembilan tahun. Sesekali jantungku berdegup keras melihat sosok perempuan berambut ikal itu menyibakkan rambut dan mengusap keringat yang tanpa sadar sudah sampai pada ujung hidungnya. Langkah yang dipercepat itu seolah sudah tidak lagi memperdulikan suasana disekitarnya. Mataku kini benar – benar terpaku pada langkah – langkah itu, dari ujung keujung tak mau untuk melewatkannya.

Pada jarak dua puluh meteran terlihat lampu merkuri yang agak terang, itu menandakan tikungan ketiga sudah tampak. Dari ujung tikungan sampai dengan ujung gang berjarak kurang lebih seratus sepuluh meter. Aku biasa menikmati hari – hari di sebuah ruang kosong dekat pada ujung gang. Ketika keluar dari gang kita akan menemukan suasana yang lain, Jarang ada orang yang berjalan kaki disana. Semua naik kendaraan, entah itu pribadi maupun umum. Dari ujung gang menuju halte bis berjarak kurang lebih enam belas meteran. Dibahu jalan gang ini ada kurang lebih delapan belas tempat sampah yang setiap hari diganti oleh petugas kebersihan kota. Semua tempat sampah itu merupakan pembuangan limbah dari gedung – gedung mewah yang hanya terlihat dari jalan utama. Gang ini merupakan sisi lain dari kemewahan dan merupakan tempat ampas – ampas penghuni gedung – gedung itu berkumpul. Tidak jarang ditemukan sesuatu yang mengerikan disini. Sekali waktu memang juga ditemukan sesuatu yang berharga.

Sosok perempuan berambut ikal itu tampak sudah tidak sabar lagi mencapai ujung gang yang hiruk pikuk dengan lalu – lintasnya. Tikungan ketiga ini memang sangat istimewa karena dari ujung ke ujung kita dapat melihat sebuah garis lurus yang gelap dan terang, sepi dan ramai. Berbeda dengan tikungan pertama dan kedua yang jalannya agak serong dan berkelok, dan masih memiliki aura kehidupan. Pada pagi hari biasanya petugas kebersihan kota datang dan membersihkan onggokan limbah itu sambil mengumpat karena bau busuknya. Didepan ruang kosong yang sering kugunakan juga terdapat sebuah tempat sampah bercat kuning dan bertuliskan nama gedung yang aku tinggali. Sebuah bangunan hotel berbintang lima yang sering dipakai para artis atau pejabat menginap ketika datang kekota ini.

Bangunan bekas gudang yang kutinggali telah menjadi saksi impian – impianku selama ini, ruang penuh fantasi yang kadang kala membawa aroma keringat bercampur parfum dari yang murahan sampai ke yang paling mahal.

Langkah sosok perempuan berambut ikal yang semakin cepat itu tampaknya mengetahui keberadaanku, tanpa sengaja dari jarak sepuluh meteran dia menatapku dan kami saling beradu pandangan. Untuk pertama kalinya aku berhasil melihat keseluruhan paras mukanya dengan jelas walau berada dalam keremangan cahaya merkuri. Dibalik kacamata itu tersimpan sepasang mata yang tajam namun saat ini memancarkan cahaya ketakutan. Bentuk mukanya menggambarkan dia seorang yang lembut dan penyabar, sangat berbeda dengan apa yang dia lakukan pada saat ini. Sosok yang benar – benar menyita banyak perhatianku malam ini, memang sangat mirip dengan sosok yang aku temui beberapa bulan yang lalu. Hanya suaranya yang belum pernah aku dengar dari tadi. Kalau beberapa bulan yang lalu sosok yang aku temui mempunyai suara yang lembut, dan sangat santun, menghangatkan dinginnya tikungan ketiga.

Sayup – sayup kudengar suara alunan symphoni # 9 Beethoven, sosok perempuan itu merogoh tasnya dan mengambil sebuah ponsel yang mempunyai fitur moderen dan tentunya juga mahal. Akhirnya aku dapat mendengarkan suaranya, tetapi ternyata sosok perempuan berambut ikal itu tidak menjawab panggilan itu. Dia hanya melihat sekilas dan menekan sebuah tombol dan kemudian memasukkan kembali ponsel itu kedalam tasnya.

Kehadiranku ternyata telah membuat sosok perempuan berambut ikal itu semakin mempercepat langkahnya. Pemandangan semakin menarik dalam sebuah kepanikan yang hampir mencapai puncaknya. Keringat yang keluar dari tubuhnya semakin banyak, rambutnya menjadi sedikit acak – acakan, dan nafasnya terdengar memburu.

Aku semakin bersemangat mendekatinya, jarak kami kurang lebih hanya sekitar lima meteran. Bekas gudang itu kini sudah semakin dekat, hanya kira – kira dua puluh meter lagi. Tampak dia semakin panik dan berusaha melepas sepatu hak tingginya. Sesekali dia menoleh kebelakang dan melihatku dengan wajah ketakutan, benar – benar pemandangan yang sangat langka untuk dijumpai. Wajah eksotis, tubuh eksotis dalam suasana yang mencekam, dan penuh dengan kengerian, perpaduan yang jarang terjadi. Nafas yang terdengar semakin tersengal – sengal menghidupkan suasana tikungan ketiga pada malam ini. Suatu keharmonisan yang tak pernah dimiliki sisi lain dari tikungan ketiga.

Lima meter sudah berlalu dan jarak dari bangunan bekas gudang itu menjadi semakin dekat, jarak dengan sosok perempuan berambut ikal itu semakin dekat dan hanya terpaut sekitar tiga meteran. Seperti biasa aku masih menjaga jarak dan terus menunggu. Mengetahui aku menjadi semakin dekat, sosok perempuan berambut ikal semakin panik dan membuang sepatunya, kadang sesekali terlihat dia seperti akan jatuh tersungkur. Begitu menguasai keseimbangannya dia mencoba untuk terus berlari dan menjauhiku, aku tetap menjaga jarak.

Lima meter lagi pintu dimana biasanya aku masuk sudah terlihat dan sedikit terbuka, aku masih berusaha lebih mendekatinya, demikian sebaliknya dia terus berusaha menjauhiku. Jarak kami tinggal dua langkah lagi dan jarak dengan pintu gudang itu tinggal dua meteran.

Malam ini begitu dingin dan bulan tampak utuh menghias langit, tubuhku memanas karena lemak – lemak didalamnya terbakar ketika aku berlari. Dengan sekuat tenaga aku berhasil menyusul sosok perempuan berambut ikal itu dan kurengkuh tangannya. Sisa tenaga yang kupunya kukerahkan untuk menarik sosok permpuan berambut ikal itu masuk dalam bangunan bekas gudang itu. Dengan sekuat tenaga dia meronta “ JANGAN ! ” “ KUMOHON ” “ JANGAN, HENTIKAN ! ” Itulah pertama kali ku dengar suaranya, lembut dan tegas.

Usaha yang sia – sia, aku berhasil menarik masuk dan pintu bekas bangunan gudang itu segera aku kunci dari dalam. Tak ada orang yang tahu dan mendengar itu, hanya aku dan dia yang tahu. Kembali bekas bangunan gudang itu menjadi saksi bisu bagian lain dari gemerlap kemewahan kota. Tak boleh seorangpun mengetahuinya.

+ [ Bti jox marc 13:05,05:13 ] +

1 comments:

Sang Penjaga said...

oke adikku, hahahaaaa....
wahai malaikatku yang telah membimbingku..., ....

terima kasih
..... i do